Chapter 1 - Meski begitu, keseharian Hikigaya Hachiman terus berlanjut. (Part 1)
Tetesan air mengalir di pipiku, dan menyebabkan serangkaian riak kecil di bawah. Pagi itu terasa sangat tenang dan sunyi dengan hanya suara gemericik air yang bergema.
Aku membuka sedikit kelopak mataku yang basah kuyup, dan melihat sekilas permukaan air yang berkilauan dari sinar matahari yang menyinari jendela. Nampak di wastafel sepasang mata melankolis dan mengantuk. Aku melepaskan gabus sumbatan, dan air keruh perlahan menghilang bersama dengan pantulan bayangan manusia.
Aku secara pelan menggosok wajahku hingga kering dengan handuk, dan menghela napas dalam-dalam. Bau mentol dari pembersih wajah melayang di udara ruangan. Aku melihat ke cermin di depanku, terlihat wajah dengan fitur lesu seperti biasanya. Namun, kali ini terlihat agak segar, sebagian karena sensasi dari air dingin. Ekspresiku terlihat jauh lebih baik dibandingkan dengan tadi malam. Mungkin, sesederhana itu setiap kali sesuatu berakhir.
Kemarin, kontes yang berlangsung selama hampir satu tahun di Klub Sukarelawan akhirnya berakhir dengan kekalahanku. Napas samarku yang menembus handuk di mulutku terasa diwarnai rasa lega alih-alih pasrah. Sekarang, semuanya sudah berakhir.
Satu-satunya hal tersisa untuk aku lakukan adalah mengabulkan permohonan yang dipercayakan padaku, atau lebih tepatnya, untuk memenuhi kewajiban terakhir dalam kontrakku.
Harapan Yukinoshita Yukino adalah mengabulkan permintaan Yuigahama Yui, dimana hanya aku satu-satunay yang bisa melakukannya.
Aku menepuk wajahku dengan losion wajah Nivea untuk mempersiapkan diri menghadapi apa yang ada di depan dan dengan cepat membilas tanganku. Musim beralih sesuai dengan isi kalender, wajar jika suhu air menjadi sehangat suam-suam kuku, sehingga mencuci muka di pagi hari jadi tidak terasa merepotkan. Namun, jari-jariku masih dingin saat disentuh. Aku menyelimutinya dengan handuk untuk menghangatkannya, kemudian meninggalkan kamar mandi.
Bagian dalam rumahku, walau ukurannya tidak terlalu besar, aku bisa tidur nyenyak, bahkan tidak sedikit pun suara yang bisa terdengar. Hanya bunyi detak jam dinding yang mengisi ruang tamu yang kosong.
Di hari lain pada saat seperti ini, aku biasanya masih terpaku di tempat tidur. Adapun orang tuaku masih tertidur, atau sudah mulai bekerja karena histeria akhir masa mendatang di perusahaan mereka. Aku tidak begitu yakin, tapi entah bagaimana, itu tidak menimbulkan banyak masalah.
Aku berjalan ke dapur, dan menyalakan ketel listrik. Ketika menunggu air mendidih, aku menuang sebotol bubuk kopi instan ke dalam cangkir, mengocoknya, dan kemudian mengocoknya lagi. Tiba-tiba, bunyi gedebuk datang dari pintu ruang tamu yang kemudian berderit terbuka.
"Whoa ... menakutkan ..." bisikku, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan sarafku dari ketakutan. Aku dengan takut-takut menoleh ke pintu dan kemudian melihat kucing kesayangan kami, Kamakura, menguap dan meregangkan tubuh dengan tegang. Aku tidak yakin kapan, tetapi entah bagaimana dia memperoleh kemampuan untuk membuka pintu dengan menerkam dan menggantung ke gagang pintu. Membuatku takut setiap kali dia melakukannya saat larut malam.
Aku berbalik ke cangkirku, hanya untuk melihat tumpukan bubuk kopi instan di dalam, ketakutan sebelumnya tampaknya mempengaruhi tanganku.
"Bisakah kamu lain kali masuk dengna lebih tenang...? Jika ini adalah wawancara kerja, kamu akan gagal seketika.” Kamakura, tentu saja, tidak memedulikan peringatanku, dan mulai membersihkan wajahnya dengan cakarnya.
Aku memandangnya dengan jijik hingga aku melihat Komachi memasuki ruangan dari belakangnya masih berpakaian piyama. Setelah memperhatikan, dia menggosok matanya dan menyapaku dengan menguap.
"Oh, pagi, onii-chan."
"Ya, pagi," jawabku mengangguk.
Komachi berjalan ke lemari es dan mengeluarkan sekotak susu. Sementara itu, aku mengambil gelas dari lemari gantung, dan diam-diam menawarkannya padanya. Dia mengambil cangkir itu, mengucapkan terima kasih dengan suara bergumam, dan dengan mengantuk berjalan ke meja kotatsu. Kamakura mengikutinya sambil mengganggunya untuk mendapatkan susu. Komachi bermain-main dengan dia dengan kakinya saat dia mengusap kepalanya ke arahnya. Dia kemudian mengisi cangkirnya dengan susu, dan meminumnya dalam tegukan besar. Setelah menghembuskan napas sebentar, dia tampaknya telah bangun sepenuhnya. Dia membuka matanya, berbalik ke arahku, dan melakukan pengambilan ganda.
“Apa!? Kamu bangun cepat sekali! Benar-benar cepat!"
"Apa ... Kamu sangat lambat... Benar-benar lambat..."
Komachi memicingkan matanya, dan dengan kumis susunya, bertanya, “Apa yang terjadi? Apa ada sesuatu yang terjadi hari ini? "
"Tidak, tidak ada. Aku hanya bangun cepat, itu saja ... ” Jawabku, membagi bubuk kopi yang berlebih dari cangkir pertama ke cangkir kedua. Aku kemudian mengisi kedua gelas dengan air panas dari ketel. Aroma wewangian dan uap naik dari cangkir sementara bagian dalamnya berputar-putar dengan zat pahit yang tidak larut. Kedua cangkir masih terlihat terlalu kental, tetapi penambahan susu dan gula akan memperbaiki itu. Aku memegang kedua gelas dan menuju ke kotatsu.
Komachi beringsut ke dalam kotatsu, mengangkat Kamakura ke pangkuannya, dan terus mengawasiku dengan kumis susunya.
"Mmhmm ..."
Dia menatapku untuk memeriksa, atau mungkin, dengan perasaan kagum. Merasa itu tidak nyaman, aku pun meraih kotak tisu untuk menarik dua hingga tiga lembar dan menawarkannya kepadanya.
"Kumis."
"Oh, oops."
Saat dia menyeka area di sekitar mulutnya, aku mengambil susu di atas kotatsu, dan perlahan-lahan menuangkannya ke dalam cangkir. Setelah membuat dua porsi café au laits, aku mendorong satu cangkir ke Komachi. Pandangannya kosong, tetapi kemudian dengan senang hati menerima tawaranku.
"Terima kasih."
Aku menerima rasa terima kasihnya, dan memegang cangkirku sendiri untuk menghangatkan jari. Aku melepaskan napas pendek untuk mendinginkan minuman, dan menghirup. Demikian pula, Komachi menggenggam cangkirnya dengan kedua tangan dan mulai meniup sambil mengirimkan pandangan sembunyi-sembunyi ke arahku. Ketika mata kami bertemu, dia mengangguk.
"... Oke, kamu kurang tidur. Matamu sangat busuk, agak sulit untuk mengatakannya.” candanya, berkomentar lebih dari yang seperlunya.
Aku tidak terlalu sering bangun pagi, jadi Komachi berpikir kesehatanku memprihatinkan. Astaga, Komachi-chan, kau sangat baik ... Untuk menunjukkan rasa terima kasihku atas pertimbangannya yang penuh pengertian, aku memberinya senyum yang disengaja akan kepentingan pribadi. Bagaimanapun, aku adalah orang yang pemalu! Aku hanya tidak bisa membuat diriku berkata terima kasih! Aku menghindarinya, mengerti?
"Keluar dari sini, ketahuilah aku tidur seperti kayu. Bahkan mungkin rekor tertinggi baru dalam seluruh sejarah tidurku. Tataplah mata tajamku ini baik-baik.” kataku, aku membuka mata lebar-lebar dengan kilatan yang seolah aku akan menembakkan Starburst Stream. Yah, jika harus kukatakan, itu hal yang akan Kirito lakukan.
Sebaliknya, Komachi menatapku dengan ragu. Dia kemudian meletakkan tangannya di dagunya dan mulai berpikir. Setelah itu, dia memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu.
"... Tajam?" Tanyanya, dia terdengar tidak yakin. Melihat itu, aku juga mulai merasa sedikit tidak percaya diri. Mulutku berubah bentuk menjadi gelombang, dan dia tersenyum lebar. "Yah, selama kamu sehat, itu yang terpenting."
“Ya, jangan khawatir. Aku tidur nyenyak, meski tidak lama. ”
Ternyata, aku memang tidur nyenyak. Aku menjadi seperti baterai yang kehilangan dayanya, baik karena aku telah terbebas dari semua stres akibat beban kerja yang sibuk atau kelelahan karena terus diseret akhir-akhir ini. Tidurku angat nyenyak sehingga tidak memberiku kesempatan untuk bermimpi.
Dikatakan bahwa, dibutuhkan banyak waktu untuk benar-benar mencapai titik tidur nyenyak. Ini karena kemarin malam aku menghabiskan sebagian besar waktu menatap smartphone-ku sambil berbaring di tempat tidur setelah pulang. Aku ragu-ragu menghubungi Yuigahama mengenai hasil dari peristiwa baru-baru ini. Aku terjebak dalam lingkaran untuk terus-menerus mengetik pesan yang terlalu pendek, atau terlalu panjang, dan terus-menerus menghapusnya, dan kemudian harus menulisnya ulang lagi.
Pada akhirnya, kelopak mataku bertambah berat dan aku akhirnya jatuh pingsan ketika memikirkan bagaimana tidak sopan jika menghubunginya selarut ini, dan bahwa aku harus mendiskusikan masalah ini dengannya secara langsung.
Aku ingat sesaat sebelum terlelap tidur dengan nyenyak, dan sebuah perhitungan kasar menjaringkanku sekitar tiga jam untuk istirahat.
Menurut satu teori, siklus tidur seseorang kira-kira sembilan puluh menit panjangnya dan terdiri dari dua tahap tidur: tidur REM, yang berhubungan dengan kelelahan mental, dan tidur non-REM, yang berhubungan dengan kelelahan fisik. Untuk bangun dengan perasaan segar, disarankan untuk bangun sekitar waktu siklus REM berakhir, atau selama tahap tidur ringan.
Jika kamu dapat menguasai proses tidur ini dan berhasil menemukan pekerjaan, kamu dijamin akan menjadi sumber daya manusia yang aman, terjamin, dan murah serta menjadi budak perusahaan yang hebat. Yang kamu butuhkan adalah satu setengah jam tidur setiap harinya, dan kamu akan bisa bekerja selamanya! Bleh ... aku bisa terbunuh ...
Yah, kurang lebih aku akan mati di masa depan itu, tetapi masa depan itu bukan sekarang. Sebenarnya, saat ini aku dipenuhi lebih banyak energi ketimbang biasanya. Komachi, yang sudah lama tinggal bersamaku, tampak menyadarinya.
"Uh huh ... kurasa kamu memang nampak segar," bisik Komachi, sambil membawa café au lait yang agak pahit ke mulutnya.
"Lagipula, aku berhasil menyelesaikan pekerjaanku."
Aku meletakkan tanganku di pundakku, dan menggelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri, pelan-pelan meregangkan leherku dengan rasa puas. Komachi bertanya lebih lanjut dengan memiringkan kepalanya.
"Ingat aku pernah bicara denganmu tentang pesat prom? Yah, kita akan mengadakannya."
" Oh, benar. Begitu, begitu. Kedengarannya sangat menyenangkan!” Serunya sambil tersenyum.
Jika pesta prom menjadi acara tahunan yang diadakan, Komachi, yang sudah diterima di SMA Sobu secara resmi, akan dapat berpartisipasi sebelum kelulusan. Mungkin, dia akan menantikannya setelah mendengarnya. Pikiran itu membuatku merasa sedikit bahagia.
“Terlalu cepat untuk berbicara tentang kelulusan, bukankah begitu...? Tidak lama lagi kamu ada upacara penerimaan, atau tunggu, sebelum itu, kamu ada perayaan kelulusan SMP, kan?” Aku bertanya begitu baru menyadarinya.
"Ya, minggu depan," jawab Komachi singkat.
"Serius? Cepat sekali. Tunggu, kapan? Dimana? Apakah ada undangan untuk keluarga? "
“Oh, tidak, tidak, tidak, kamu tidak bisa datang, itu aneh, kamu tahu. Tidak ada yang memintamu. Kamu juga harus sekolah tahu.” ulangnya dengan cepat, menggoyangkan tangannya dengan tatapan serius. Tingkahnya membuatku tak bisa berkata apa-apa dan aku hanya bisa mengerang.
Seharusnya sudah jelas bagi siapa pun, jika tak ada yang memintamu, maka kamu tidak boleh datang. Pertimbangkan contoh berikut ini: misalkan ada reuni kelas, reuni alumni, atau bahkan jalan-jalan biasa dengan sekelompok teman. Jika ada seseorang yang tidak diundang secara khusus untuk ikut seolah itu bukan urusan siapapun, mood dijamin akan hancur. Dan kemudian, setelah acaranya selesai, seseorang akan bertanya secara langsung dan di jejaring sosial, "Uh, jadi, boleh aku tanya kepada kalian 'mengapa dia datang lagi?' Tolong jawab pertanyaannya. Oke, Enraku-san, kaulah yang pertama.” Pembicaraan akan dimulai dengan cara seperti itu dan kemudian tidak diragukan lagi menjadi sebuah turnamen bagi yang bisa melemparkan penghinaan terbaik, menjadikannya sebagai hiburan terakhir di hari itu.
Yah, beberapa keluhan akan muncul ketika orang luar memutuskan untuk menerobos masuk pada suatu pertemuan antar sekelompok teman. Maksudku, orang macam apa yang datang meskipun tidak diundang? Hanya orang terburuk. Kamu tahu, orang semacam itu bernama Deadlines. Sekarang, orang ini sama sekali tidak punya siasat untuk membaca pesan tersirat. Dia akan menghubungimu, "Halo, ini Deadlines ... aku berdiri tepat di belakangmu..." dan ketika kamu berbalik, dia sungguh berada di sana. Membuatnya mendadak menjadi sebuah psikologis horor. Dia bisa saja sesosok hantu atau iblis, keberadaan okultisme ... Tapi tunggu, bukankah itu berarti Deadlines itu tidak nyata?
Pikiran seperti itu berputar-putar di kepalaku, tetapi berdasarkan pengalaman masa lalu, Deadlines dan hari pengiriman memang ada. Deadlines memang ada! Apa yang tidak ada adalah kemungkinan untuk menghadiri upacara kelulusan Komachi.
Aku mengerang dan melirik ke Komachi. Dia menyilangkan lengannya, dan menghela nafas tidak puas. Melihat adanya kerutan yang terbentuk di alisnya, saat ini jelas bukan waktunya untuk terus bersikap keras kepala dan banyak bicara, “Tidak apa-apa! Onii-chan biasanya tidak pernah diundang ke manapun, jadi aku akan baik-baik saja! Bahkan jika semua orang memberiku tatapan maut, aku akan baik-baik saja! Aku benar-benar terbiasa dengan itu! ”
"... Ya, ya, aku mengerti. Aku tidak akan datang” kataku setelah mengeluh. Komachi menghela nafas lega dan menutup matanya, mengangguk pada pengunduran diriku.
"Selama kamu mengerti ... tapi jujur saja, aku mungkin akan menangis, dan akan memalukan jika kamu melihatku," ucapnya dengan cepat, mengalihkan matanya.
Sebagai kakaknya, aku terlalu akrab dengan wajahnya yang menangis, jadi aku tidak begitu memikirkannya, tetapi mengingat usianya kurasa hal yang sama tidak berlaku untuknya. Tunggu, tidak. Tentu saja, ada banyak hal untuk aku pikirkan. Seperti betapa super imutnya dia! Maksudku, dia tidak perlu menangis, karena dia selalu, maksudku, selalu lucu. Lihat dia, cara dia mencoba mengubah topik pembicaraan dengan batuk palsu sangat lucu. Dan cara dia tersenyum sangat manis untuk menyembunyikan rasa malunya juga lucu. Dan terakhir, cara dia membuka mulutnya sangat imut!
"Jadi, aku baik-baik saja merayakan kelulusanku dengan cara lain!"
“Benar ... Toh, ada hal lain yang ingin aku lakukan. Kami juga tidak bisa melakukan apa pun untuk ulang tahunmu” kataku sambil memasang senyum minta maaf. Belakangan ini, aku begitu sibuk dengan pekerjaan sehingga harus menunda beberapa hal, dan perayaan ulang tahunnya adalah penyesalan terbesarku.
Komachi menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak apa-apa, tidak perlu memaksakan dirimu. Aku baik-baik saja selama kamu punya waktu. Semua orang masih sibuk, bukan? Seperti dengan pesta prom."
Mendengar itu membuatku terdiam, meskipun dia hanya menyebutkannya secara sepintas.
"...Ya kamu benar. Ya... Tunggu, aku punya banyak waktu. Tentu, aku punya banyak hal yang harus dilakukan, tetapi aku belum sama sekali merencanakannya.” Aku berbicara dengan cepat, dan mengangkat bahuku bercanda, mencoba mempermainkan keraguanku. Namun, upaya putus asaku untuk berpura-pura bodoh tidak berpengaruh. Sebagai adik perempuanku selama lima belas tahun terakhir, dia tahu semua kecenderungan dan kepribadianku dari dalam hingga luar. Bahkan jika aku tidak panik, atau jika aku tidak bermain-main banyak alasan, dia masih bisa menyadari sesuatu.
"Hei..." katanya dengan susah payah, tampak skeptis. Namun, dia berhenti, dan membawa cangkirnya ke mulutnya. Dia minum café au lait untuk melembabkan bibirnya, dan kelihatan tidak yakin untuk melanjutkan pembicaraan.
Tidak perlu bagiku untuk mengatakan apapun, karena aku tahu apa yang ingin dia tanyakan. Aku menunggunya untuk melanjutkan, dan menjilati café au lait pendinginku. Aku menunggu dalam diam, memberinya perhatian penuh dengan mataku. Dia melihat ke belakang, dan meletakkan cangkirnya ke bawah.
“Onii-chan, apakah ada sesuatu yang terjadi?” Dia menatapku tajam dan bertanya dengan hati-hati.
Belum lama berselang dia menanyakan hal serupa kepadaku. Sangat mirip dengan kalimat pertanyaan yang dia berikan kepadaku pada hari tak lama setelah karyawisata sekolahku yang berlangsung beberapa waktu lalu pada akhir musim gugur atau awal musim dingin. Dia bertanya dengan bercanda saat itu, tapi kali ini bukan itu masalahnya. Keragu-raguannya kemungkinan berasal dari perkelahian antar saudara yang pecah di antara kami, pertengkaran yang sudah lama tidak pernah kami alami. Namun, dia tidak punya pilihan selain bertanya, dan itu bukan karena alasan tertarik atau kesenangan, tetapi karena dia ingin mengambil langkah itu untukku, bahkan jika itu berarti pertengkaran lagi. Perhatian dan kebaikannya memaksa mulutku untuk rileks.
"... Ya, ada sesuatu," gumamku, kata-kata keluar dari mulutku.
Mulut Komachi menganga, menemukan kejutan dalam responku. Dia berkedip dua sampai tiga kali, masih kaget, dan berkata setengah berpikir, "Ada yang terjadi, ya?"
"Ya, banyak yang terjadi ..." kataku dengan senyum masam. Tanpa kusadari suaraku melembut, seolah-olah aku sedang bernostalgia akan rumah yang aku tidak bisa kembali lagi. Yang menyertai kata-kataku adalah kesadaran bahwa hari-hari indah telah berakhir.
"Banyak yang terjadi, ya?"
"Ya," jawabku, suaraku secara mengejutkan lebih stabil daripada yang kukira. Aku bertatapan dengan Komachi tanpa sedikit pun keraguan.
"Aku mengerti," jawabnya polos, dan terdiam. Dia terus menatapku sambil berpikir.
"Hah? Apa?” Tanyaku, tidak mampu menangani keheningannya.
"Oh, tidak, aku hanya berpikir menjijikan betapa jujurnya kamu." dia segera menjawab tanpa mengernyitkan alisnya.
"Wow ... kaulah yang sudah bertanya." kataku lemah.
"Maksudku, aku tidak pernah berpikir kamu akan benar-benar menjawabku." katanya dengan cemberut.
"Oh, benar ... Yah, ya, kau benar," kataku dengan yakin, dan dia mengangguk setuju.
Dia benar. Aku bisa saja dengan mudah mengatakan tidak ada apa-apa. Aku bisa saja bersikap pasif-agresif dan memberi isyarat kepadanya untuk berhenti membicarakan masalah itu. Tetapi kali ini, aku memilih untuk tidak mengabaikannya, dan membiarkan kata-kataku keluar begitu aku tersenyum. Karena alasan itu, dia tampak curiga, dan bahkan sekarang, dia tampak khawatir.
"... Bisakah aku bertanya apa yang terjadi?" Dia dengan hati-hati memilih kata-katanya sambil menatapku. Aku membuat gerakan berpikir dan melirik jam dinding. Dia mengikuti arah tatapanku sesaat kemudian kembali menatapku, dan menunggu jawabanku dengan bibir tersegel.
Masih ada banyak waktu sebelum aku harus berangkat ke sekolah, tetapi jika aku memulai percakapan sekarang, akan memakan waktu terlalu lama. Selain itu, ini bukan percakapan yang bisa dilakukan di pagi hari. Dan yang lebih penting, ada beberapa hal yang perlu aku urus. Mengingat situasinya, berbicara dengannya sekarang adalah hal yang setengah hati untuk dilakukan, dan hanya akan membuatnya lebih sulit untuk menjelaskan kepadanya aspek-aspek inti dari berbagai peristiwa baru-baru ini. Untuk saat ini, tidak banyak kata yang bisa aku katakan, tapi ada sesuatu.
"Setelah semuanya selesai, kita bisa bicara," kataku.
Ketika semuanya selesai, aku yakin akan berbicara dengannya tentang segalanya tanpa kepalsuan. Tapi saat itu bukan sekarang, tetapi suatu saat di masa depan yang tidak diketahui.
"... Oke, mengerti," jawab Komachi sambil tersenyum, setelah beberapa saat mempertimbangkan. Keputusannya untuk tidak mencari tahu lebih jauh adalah kebaikan yang aku tahu terlalu baik.
"...Maaf. Jadi, sepertinya mustahil untuk merayakan dengan semua orang.” tambahku karena merasa bersalah sudah memanfaatkan kebaikannya. Beberapa hari yang lalu, aku membuat permintaan untuk merayakan ulang tahun Komachi, tetapi kemungkinan itu tidak akan terjadi. Paling tidak, aku ingin memberi tahu dia sebelumnya. Aku merasa tidak enka jika tidak mengatakannya, sepenuhnya bahwa ini hanya untuk memuaskan egoku sendiri.
Tidak banyak yang bisa dipahami dari sesuatu yang ambigu dan tidak berkomitmen. Namun, matanya masih berisi kebaikan yang pasrah saat dia menatapku.
"Oh, oke ... yah, jika itu terjadi, mau bagaimana lagi." jawabnya tersenyum.
Meskipun nadanya ceria, ada sedikit kesepian pada suaranya, tapi itu hanya berlangsung sesaat.
Dia menghela nafas putus asa, dan kemudian mengarahkan jarinya ke arahku. Dia memutar jarinya seolah mencoba menangkap capung, dan dengan penuh perhatian menyatakan, “Ingat apa yang aku katakan? Aku tidak peduli jika kamu menjadi onii-chan terburuk yang pernah ada. ”
"B-Benar ..."
Aku tersentak akan kelancangannya, dan dia mulai menusuk pipiku dengan jarinya.
“Jika bisa, sebenarnya lebih nyaman jika hanya kita berdua, karena dengan begitu aku akan mengejutkanmu dengan hadiah milikku sendiri! Maksudku, bayangkan betapa memalukannya jika orang lain melihatnya!” Dia mengoceh, pura-pura tidak tahu dan mengipasi wajahnya sambil berusaha terlihat bingung.
“Ap... kejutan apa itu? Kamu sudah menghancurkannya, tapi aku masih meneteskan air mata...” Aku menjawab dengan bercanda, ikut bermain bersama candaannya.
"Kan? Poin Komachi-nya sangat tinggi lo! ”
"Ya ... itu juga rintangan Hachiman yang sulit, meskipun ... Aku tidak yakin apakah aku bisa bertindak terkejut sekarang ..."
Saat aku berdiri tampak cemas, ekspresi Komachi berubah menjadi tegang, dan dia kemudian bergumam dengan nada bercanda, "Yah, oke, kita hanya perlu mengadakan upacara menyedihkan dengan hanya para kerabat kali ini."
“Kenapa kamu mengatakannya seperti itu? Apakah itu semacam pemakaman pribadi? Kedengarannya seperti pemakaman, bukan...?" Aku menggerutu, dan Komachi membalasnya.
"Daripada bahas itu, mari kita sarapan." katanya. Dia bangkit dari kursinya dan berjalan ke dapur sambil bersenandung. Kamakura mengikutinya keluar dari kotatsu, tampaknya sudah waktunya untuk dia sarapan. Cakar-cakarnya akan menarik dan memanjang akibat nafsu makannya yang meluap, dan dia akan mengikis lantai saat dia berjalan. Hei, hentikan itu, kamu akan menggaruk lantai.
Aku menajamkan telingaku pada suara goresan sebagai kepala rumah sambil memandangnya sebagai pemiliknya, mempertimbangkan apakah sudah waktunya untuk memotong cakarnya. Tiba-tiba, suara berhenti. Kulihat, dia menghadapku dan meminta perhatianku dengan mendengkur.
"Oh, onii-chan, bisakah kamu mengeluarkan tongkat tulle?" Tanya Komachi yang menjulurkan kepalanya keluar dari dapur setelah mendengarnya.
"Tentu."
Aku mendorong diriku terhadap lantai, dan Kamakura memukul kepalanya ke kakiku saat dia mendengkur. Karena Komachi sedang bekerja, dia memutuskan untuk datang kepadaku sebagai gantinya. Astaga, anak yang pintar ...
Aku melirik jam, dan sepertinya aku akan sarapan jauh lebih awal daripada yang biasa kulakukan. Tetapi aku tidak terlalu sering bangun pagi-pagi begini. Sudah lama, tapi hari ini, aku akan menghabiskan waktu dengan kucing rumah tangga tercinta.
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusajoqq^^cc
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami... (k)
di ajopk.com ^_~
segera di add Whatshapp : +855969190856