Chapter 1 - Meski begitu, keseharian Hikigaya Hachiman terus berlanjut. (Part 2)
Sudah sore hari saat aku menatap ujung jariku di kelas.
Matahari sudah terbit tinggi di langit, sejak pagi dan seiring dengan meningkatnya suhu cuaca sama sekali tidak berawan. Angin bertiup kencang hari ini, membawa kehangatan yang lembab dari selatan. Kehangatan diperkuat oleh penghangat kelas yang sedang menyala membuat ruangan menjadi lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Begitu tiba di sekolah aku terus diserang oleh rasa kantuk akibat kurang tidur semalam, aku sampai menundukkan kepala di meja.
Aku baru saja bangun dari tidur siang yang memuaskan, namun ujung jariku masih terasa dingin saat disentuh, mungkin karena tekanan yang diberikan dari posisi tidur yang aneh sambil menggunakan tanganku sebagai bantal.
Kemarin dan hari ini diberkahi dengan cuaca yang indah, tetapi dua hari berikutnya sepertinya akan terjadi penurunan suhu. Ketika perubahan di musim dingin ini terus berputar, tanda-tanda musim semi beringsut semakin dekat.
Dalam perjalanan ke sekolah, pohon-pohon sakura di sepanjang sungai belum menunjukkan tanda-tanda akan mekar, dedaunan dan ranting-rantingnya tampak suram. Namun, sekali dalam sebulan, mereka akan mekar sepenuhnya, membuktikan keaslian dari nama Sungai Hanamigawa. Aku menghela nafas, membayangkan peta masa depan bagian dua, di mana suatu saat Komachi juga akan melalui rute itu menuju sekolah.
Setelah menghela nafas, aku melihat jam melalui mataku yang berair dan menyadari bahwa kelas sudah hampir berakhir. Karena saat ini sudah memasuki jam keenam, konsentrasi mayoritas siswa sudah terbagi menjadi dua, dengan aku berada di posisi terdepan. Dengan demikian, ruang kelas telah menyerap suasana santai, yang semakin memburuk akibat pelajaran matematika sebelumnya. Ketika seseorang mulai menghadiri sebuah lembaga seni liberal swasta, tingkat tiga tidak harus mempelajari mapel matematika lagi. Selain itu, aku tidak punya rencana untuk menggunakannya pada ujianku, jadi aku tidak perlu memahami semuanya.
Aku menggunakan waktu luang dengan melihat-lihat suasana seisi kelas, nampak semua orang sedang larut dengan kegiatan mereka masing-masing untuk mencegah kebosanan: ada yang tertidur, sedang mengotak-atik smartphone di meja mereka, atau orang-orang yang hanya menatap kosong ke luar jendela. Di sisi lain, dengan ujian semester yang akan datang, ada pula orang-orang yang fokus belajar dan mengabaikan seisi kelas, hampir seolah-olah mereka sedang mengerjakan pekerjaan sampingan. Ada beberapa yang cukup pintar dengan berpura-pura keliatan sibuk di kelas dengan menumpuk buku teks mereka, cukup untuk bisa mengabaikan mereka. Tetapi kemudian, ada juga yang terang-terangan, mengepakkan pipi merahnya dan dengan gestur menantang bertanya, “Um, apakah aku melakukan hal yang salah? Aku jelas sedang belajar, kan?” Aku tidak akan menyebutkan nama, tapi Sagami Minami jelas tipe yang akan melakukan itu. Meskipun dalam kasusnya, dia kelihatan sebagai seseorang yang hanya berusaha sedang belajar daripada seseorang yang sedang memikirkan masa depannya. Jika tidak, dia akan mengoceh tak peduli bertindak seolah menjadi korban, "Oh tidak! Gak ada universitas yang bisa kumasuki! Aku dapat C di ujian simulasi terakhirku, Aku gak bakal lulus dimanapun nih!" jelas sekali dia sedang berusaha memancing beberapa kata dukungan dari teman-temannya, seperti, "Itu gak benar!" Jaman sekarang, nilai C akan meluluskanmu di banyak universitas. Aku pengen berteriak padanya agar daftar ke universitas pertama yang dipilihnya. Aku penasaran apa temannya, Manami-chan, dan dia seperti ketika di rumah... Kasihan sekali adik laki-lakinya...
Ah astaga, bicara soal itu, Kawasesuatu-san, juga punya adik laki-laki ya kan? Pikiran seorang bibi terlintas di pikiranku, dan Aku melirik ke arah depan ruang kelas dekat jendela. Aku bisa melihat ponytail biru gelapnya dengan kuncir bulat, dia sedang mengunyah sesuatu. Saat ini jelas sekali dia memiliki kerja sampingan... Kalau berada di sekitar Kawasesuatu-san rasanya seperti kembali ke era Showa...
Dibilang begitu, tentu saja ada juga mayoritas orang yang lagi serius di kelas. Khususnya satu orang; dia duduk tidak jauh di belakangku, mengenakan jaket, dia kelihatan sangat bersungguh-sungguh namun tetap menggemaskan. Orang itu tidak lain adalah temanku, Totsuka Saika... Biar kukatakan sekali lagi. Temanku, Totsuka Saika...
Totsuka menganggukkan kepalanya begitu melihat ke arah papan tulis. Ketika kukira dia hendak mencatat dengan pensil mekaniknya, dia mendadak berhenti, kemudian menekan pensil miliknya ke bibir. Ketika dia menyadariku, dia melambaikan pensilnya kepadaku. Dengan sinar matahari yang menyinari dirinya melalui jendela, rambutnya nampak berkilauan layaknya helaian sutra, senyumnya sama mempesonanya. Astaga, apa ini? Manis sekali. Apa dialah yang memiliki ide untuk menerangi langit malam dengan sinar bulan rahasia? Terlalu banyak binar bintang untukku... Tapi, rasanya jadi agak memalukan karena dia mendapatiku sedang melihatinya, aku mengangguk balik sebelum berbalik ke arah depan ruang kelas.
Karena kelas sudah hampir berakhir, Aku membuka buku catatanku yang terabaikan dan menyalin materi yang tertulis di papan tulis agak terhindar dari kena marah. Jika aku terus melihat kanan kiri, yang lain akan mulai berpikir bahwa aku orang aneh. Meski daridulu mereka sudah berpikir seperti itu sih.
Saat aku bergegas menyelesaikan catatanku, bel pun berbunyi, menandakan akhir jam kelas. Sesi bimbingan kelas juga berlalu cepat dengan hanya sebuah pesan pendek dari guru.
Aku hanya punya satu rencana sepulang sekolah: bicara dengan Yuigahama mengenai kemarin dan hasil dari event baru-baru ini, dan bertanya mengenai apa harapannya.
Aku mulai mempersiapkan diri meninggalkan ruang kelas sambir mendenggar hiruk pikuk yang memenuhi ruang kelas. Dibilang mempersiapkan diri, tidak terlalu banyak barang yang perlu kukemas. Aku mengenakan mantelku, melingkarkan syalku dengan longgar di leher, dan selesai. Sembari aku berpura-pura berpikir apa lagi yang perlu dikemas, aku berulang-ulang membuka tas kosongku, secara terpisah melirik ke arah Yuigahama.
Kebanyakan teman kelasku berkelompok dua atau tiga orang, tapi ada tersangka yang biasanya saling berkumpul di sudut ruangan dekat jendela yang terkena sinar matahari. Miura duduk di bangkunya sendiri, menyilangkan kaki mulus dan panjangnya, dan berperang sebagai pusat antara Yuigahama dan Ebina-san yang memakai mantel mereka dan duduk di kursi yang ditarik dari bangku terdekat, mereka sedang berbincang. Hayama Hayato menyaksikan mereka dengan senyum dewasa dan hanya merespon seperlunya. Kemudian ada si tiga idiot, Tobe, Ooka, dan Yamato, yang terus mengulur perbincangan: Pemandangan biasa yang akan kamu saksikan dari kelompok mereka.
Mereka memancarkan aura yang membuat orang lain sulit mendekati mereka, terlebih lagi karena percakapan mereka makin memanas.
Ini, tentu saja, membuatku jadi sulit untuk berbicara dengan Yuigahama. Aku pernah berada di situasi yang sama sebelumnya, dan saat aku berhasil menariknya menjauh dari kelompok mereka, aku malah kena cercaan dan diberitahu, "Bicara padaku dengan normal." Yang mana hal yang cukup sulit untuk dilakukan...
Karena itulah, mari lakukan pendekatan dari sudut yang berbeda. Jika aku memanfaatkan pengetahuan umat manusia, Aku dapat menyelesaikan masalah ini tanpa harus berbicara padanya. Jika terlalu sulit untuk dikatakan, kamu dapat menggunakan surat sebagai gantinya. Itulah yang Murasaki Shikibu-senpai pernah katakan!
Aku mengambil smartphone-ku dan menekan ikon pesan. Layarnya menampilkan pesan yang belum terselesaikan. Tidak ada subjek ataupun isi pesan, tetapi kolom penerimanya telah terisi. Kemarin aku menghabiskan sepanjang malam untuk mengetik pesan, tapi pada akhirnya aku tidak dapat mencari tahu harus menulis apa dan tidak mengirimkan apapun. Yang tersisa hanya draft yang belum selesai ini.
Aku mengetik isi pesan, "Kau luang hari ini?" dan menekan tombol kirim. Tidak lama kemudian, Yuigahama meraih ponsel miliknya di saku. Dia memberi tanda ke teman gengnya, dan menundukkan kepala ke arah tangannya. Kemudian, dia menatapku, aku menunduk, dan dia hanya menghela nafasnya.
"Oh, aku akan segera kembali," ucapnya sambil tersenyum, tidak mengatakan apapun bahwa dia hendak melakukan apa. Dia ijin kepada Miura dan yang lainnya untuk meninggalkan percakapan. Sembari dia berjalan mendekat, setiap langkah wajahnya makin nampak tidak senang. Ketika dia tiba bangkuku, pipinya nampak membengkak.
"Bukannya sudah kubilang supaya bicara dengan normal denganku!?" dia menyeru dengan nada protes, menjaga suaranya tetap pelan untuk menghindari perhatian orang-orang.
"...Uh, Aku hanya pakai cara terbaik."
"Apa kamu tidak merasa aneh malah mengirimkan pesan meski kita sedekat ini!?"
"Keuntungan dari pesan adalah, jarak bukan jadi masalah."
Dengan kekuatan internet, orang pemalu sekalipun jadi dapat berbicara banyak tidak peduli seberap ofensif ucapan mereka ✰! Baru-baru ini, kita bahkan sering melihat para sosialita dan orang biasa menggila dengan cara itu...
Pikiran random sedang memenuhi pikiranku, dan mata Yuigahama semakin menajam ketika melihat ke arahku. Aku berdehem sebagai bentuk respon untuk menghindari tatapan dinginnya. Jadi, kali ini, Aku bertanya padanya dengan normal, "...Apa kamu luang hari ini?"
"Hari ini...? Yuigahama mengulangi dan terdiam di tempat. Dia tanpa sadar mengulurkan tangan kanannya untuk mengusap rambut sanggulnya, nampak agak kesulitan untuk merespon pertanyaanku. Melihatnya seperti itu, sepertinya hari ini dia tidak bisa.
"Umm..." Dia terhenti dan melihat sebentar ke arah geng Miura. Dia kemudian tersenyum penuh kesulitan. "Mungkin tidak. Mungkin aku mau main bareng Yumiko dan yang lain."
Dia mengucapkan 'mungkin' dua kali. Tidakkah kamu sendiri kurang yakin soal itu? Kalau seperti ini, dia mungkin saja akan mendatangi Dunia Laut di Kamogawa setelah melihat iklannya... Berarti, Yuigahama belum merencanakan apapun untuk hari ini. Kemungkinan perbincangannya dengan Miura dan yang lain barusan membahas rencana untuk singgah entah dimana sepulang sekolah. Aku sungguh tidak ingin menghalangi jika memang begitu.
Bagiku, tidak masalah jika hari ini. Masalahnya adalah selama aku memiliki kesempatan berbicara dengannya. Bahkan meski bukan hari ini, Aku bertekad untuk melakukannya. Kalender yang ditampilkan di smartphone-ku kurang lebih kosong. Karena seperti itu, paling masuk akal jika aku menyesuaikan jadwalku dengannya.
"Yah, tidak harus hari ini. Kita bisa bicara besok, lusa, atau besok lusa, dan sebagainya."
"Terlalu banyak pilihan! Seberapa banyak waktu luang yang kau miliki, Hikki...?" Ucap Yuigahama, kelihatan setengah terkejut dan setengah sedih.
Tentu saja aku ingin mengkoreksinya, karena tidak diragukan lagi dia membuat kesalahan kecil.
"Sebenarnya aku malah tidak punya waktu. Banyak hal yang perlu kuurus," Ucapku. Contohnya: ada tumpukan rekaman tv yang perlu kutonton, atau tumpukan buku yang perlu kuselesaikan, atau game membangun yang perlu segera kumainkan karena Aku telah membuka sebuah pulau di awal tapi tidak pernah menyentuhnya, atau melakukan latihan fisik yang tidak berlangsung lebih dari tiga hari setelah membeli protein, atau menyaksikan pesta pemutaran film solo Aikatsu yang akan disiarkan pada sebuah platform streaming. Tidak perlu dikatakan lagi, banyak hal yang perlu kulakukan dan seluruh hidupku takkan cukup untuk menyelesaikannya semua. Kalau seperti ini, lebih baik aku menonton Aikatsu berulang-ulang selamanya. Duh, jika saja Aku punya lima nyawa! Jika iya, Aku dapat menonton Aikatsu lima kali secara bersamaan. Aku ingin mengatakan semua itu, tapi Aku kehilangan kesempatan ketika Yuigahama nampak terkesan.
"Ohh, seperti apa?" tanyanya sambil memiringkan kepala, dia melihatku dengan mata lebarnya. Matanya dipenuhi rasa penasaran, dan kelihatan benar-benar hanya tertarik pada urusanku. Dihadapkan dengan tatapan polosnya, Aku menyimpan ocehan batinku barusan.
"...Y-Yah, kau tahu, banyak hal. Banyak tahu?" Aku harus menyelesaikannya.. tapi bisa diselesaikan lain kali," Aku bergumam dan mengalihkan pandanganku untuk memotong pembicaraan. Setelah itu, aku berdehem untuk mendapatkan kembali ketenanganku, dan menatap balik Yuigahama. "Jadi, Aku akan ngikut jadwalmu. Beritahu aku kapanpun kamu sedang luang."
Dia melipat tangannya sambil berpikir dan memasang ekspresi risau. Tapi akhirnya dia tersenyum dan mengangguk. "Mm, baiklah, hari ini bisa kok."
"Beneran?" tanyaku, melirik ke arah Miura dan yang lain, bertanya-tanya jika konflik bisa saja terjadi.
"Yup. Kami juga belum ngerencanain apapun," dia merespon dengan senyuman.
"Baiklah, maaf soal itu," ucapku kemudian menundukkan kepala, dan Yuigahama menggeleng.
"Baiklah, aku ambil barang-barangku dulu," katanya, dan berlari kecil ke tempat Miura dan yang lain, mungkin ingin mengucapkan sampai jumpa.
Aku putuskan untuk keluar ke koridor karena rasanya sedikit canggung jika aku kelihatan meninggalkan kelas bersama Yuigahama. Pintunya tertutup mungkin karena ada pemanas yang dinyalakan, Aku membuka pintu dan menutupnya kembali dari belakang.
Begitu jariku meninggalkan pintu; Aku mendadak diserang oleh suhu dingin. Rasa dingin yang masih tersisa di ujung jariku layaknya serpihan yang tak dapat disingkirkan. Berharap dapat menghilangkan sensasinya, Aku memasukkan tanganku di saku, dan kemudian bersandar di tembok.
Seluruh jendela kelas tertutup, dan hembusan panas yang merembes dari tiap kelas membuat koridor menjadi jauh lebih hangat dari dugaan. Tetapi, ujung jariku yang baru bersentuhan dengan pintu barusan masih terasa dingin.
...berlanjut ke Chapter 1 - Meski begitu, keseharian Hikigaya Hachiman terus berlanjut. (Part 3)
Izin promo ya Admin^^
BalasHapusBosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa x-)
- Telkomsel
- GOPAY
- Link AJA
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.COMPANY ....:)